Eksistensi Hukum Adat dalam Masyarakat Adat
Hasanudin Raharusun
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan
Landasan Teoritik dan Yuridis pemberlakuan Hukum Adat
Eksistensi Hukum Adat berdiri kokoh pada fondasi yang kuat, yakni terdapat Dasar Teoritik dan Yuridis. Dasar ini yang melegitimasi keberlakuan Hukum Adat. Jauh sebelum Hukum Modern menyusupi tubuh bangsa Indonesia, sudah ada sebuah tatanan yang telah lama mengatur kehidupan masyarakat Indonesia yang terdiri dari suku-suku yang tersebar dihampir seantero Bumi Indonesia, yakni Hukum Adat.
Landasan teoritik yang sampai hari ini melegitimasi pemberlakuan Hukum Adat dari segi konseptual yakni dari pemikiran Carl Von Savigny, beliau merupakan pelopor dalam pemikiran Hukum lebih khususnya tentang Sejarah Hukum. Baginya Hukum itu adalah “semangat dari suatu bangsa” menurut seorang pelopor dalam mazhab Hukum sejarah yakni Carl Von Savigny, baginya Hukum itu lahir dari Hukum kebiasaan (custom). Hukum kebiasaan merupakan sebuah termanifestasi dalam hukum positif, (Muhammad Erwin, 2011:268).
Lebih lanjut Savigny menjelaskan bahwa Hukum itu hadir sebagai ekspresi jiwa suatu bangsa (volgkeist) tentang apa yang dianggap benar dan adil . jiwa suatu bangsa itu berbeda-beda bagi tiap bangsa. Jiwa bangsa itu berbeda-beda pula dalam perjalanan waktu. Pencerminan adanya jiwa yang berbeda-beda ini dapat dilihat dari budaya tiap bangsa yang berbeda-beda pula.
Jiwa bangsa ini yang kemudian menjadi faktor penentu kepatuhan masyarakat terhadap Hukum itu sendiri, manifestasi dari jiwa dalam konsep ini ialah Nilai-Nilai yang dianut di masyarakat, yang akan bermetamorfosis menjadi Norma tertulis.
Menurut penulis jika mengacu pada prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Savigny di atas, maka Teori sejarah hukum secara tegas telah diuraikan dalam Pasal 18B ; Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Pengakuan pada hak-hak masyarakat hukum adat secara implisit seirama pula dengan teori sejarah Hukum. Artinya bahwa dalam konteks hukum positif Indonesia teori sejarah hukum juga mendapat tempat. Selanjutnya legitimasi teori juga datang dari konsep Gen Hukum, Menurut Ilham Yuli Isdiyanto, sebagai berikut : “Hukum adat sebagai gen hukum Indonesia merupakan kekayaan nasional yang tidak terbilang nilainya, selama ini hukum adat telah menjadi “pemangku” berbagai unsur dan nilai-nilai yang ada dan berkembang di dalam masyarakat sehingga tercipta harmonisasi semua unsur”, kemudian ditegaskan juga bahwa Gen hukum merupakan manifestasi dari jiwa bangsa (Volgkeist), (Ilham Yuli Isdiyanto, 2018:591-592).
Konsekuensi logis daripada pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat ini ialah adanya legitimasi untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum adat dalam masyarakat hukum adat dengan syarat selama seusia dengan perkembangan masyarakat dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum.
Elemen-Elemen dalam sistem Hukum Adat
Pemberlakuan serta berjalannya Hukum Adat didukung juga oleh elemen-elemen di dalamnya, Elemen-Elemen yang terdapat dalam sistem Hukum Adat ialah Pranata Sosial. Keharmonisan dalam kehidupan masyarakat Adat terjadi karena pranata-pranata sosial yang ada berjalan sebagaimana mestinya.Pranata sosial menurut Soekanto (2012:171), pranata tumbuh karena manusia dalam hidupnya memerlukan keteraturan, untuk mendapatkan keteraturan hidup bersama dirumuskan norma-norma dalam masyarakat sebagai paduan bertingkah laku. Keberadaan pranata sosial di atas Menurut Koentjaraningrat (dalam Santosa, 2009:5) memiliki fungsi dalam masyarakat sebagai berikut:
Memberi pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana bertingkah laku atau bersikap di dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Adanya fungsi ini kaena pranata sosial telah siap dengan bebagai aturan atau kaidah-kaidah sosial yang dapat digunakan oleh anggota-anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhankebutuhan hidupnya
Pada kehidupan masyaraktan pranta sosial (lembaga sosial) yang dipakai sebagai pengendalian sosial ialah sebagai berikut (Purwaningsih, 2019: 10-11): “Pertama, “Polisi” yang bertugas sebagai aparat negara dalam memeliharan keamanan dan ketertiban; Kedua, “Pengadilan” yang merupakan institusi negara dalam menentukan salah dan benar bagi orang yang melakukan pelanggaran; Ketiga, “Adat” yang meliputi aturan, lembaga atau pranata dan nilai-nilai yang terdapat pada masyarakat tradisional; dan Keempat, yaitu “Tokoh Masyarakat” yang merupakan orang atau sosok yang memiliki pengaruh dan wibawa sehingga dihormati dalam kehidupan masyarakat.”
Keberadaan Pranata sosial memiliki Fungsi dan Tujuan, menurut Sumner (dalam Soekanto 2012 :173) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pentingnya tujuan yang hendak dicapai adalah agar ada keteraturan dan integrasi. Kemudian pranata sosial juga memiliki beberapa fungsi, yaitu: (1) Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan; (2) Menjaga keutuhan masyarakat; dan (3) Merupakan pedoman sistem pengendalian sosial di masyarakat.
Pemberdayaan pranata sosial merupakan upaya untuk meningkatkan peran dan fungsinya, implikasi dari berjalannya pranata sosial sesuai peran dan fungsinya tentunya pada terciptanya kondisi sosial yang lebih tertata secara proporsional.
Dasar Eksistensi Hukum Adat
Dasar konseptual maupun yuridis pemberlakuan Hukum Adat merupakan faktor pendukung akan eksistensi Hukum Adat, kemudian keberadaan pranata sosial yang terdiri dari beberapa unsur yang telah disebutkan pada pembahasa sebelumnya menjadi pendukung pelaksanaan Hukum Adat.
Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa hukum adat adalah hukum yang paling dekat dengan masyarakat, sebab seirama dengan konsep Savigny yang diuraikan di atas. Kesemuan hal ini merupakan faktor-faktor eksternal yang mendukung eksistensi Hukum Adat, namun menurut penulis ada hal yang jauh lebih esensial dari faktor eksternal, Hal yang dimaksud ialah faktor Internal, bersumber dari masyarakat Itu sendiri yakni keyakinan masyarakat terhadap Nilai-Nilai yang tertuang dalam Hukum Adat itu sendiri.
Keyakinan pada nilai-nilai adat tersebut kemudian berdampak pada kepatuhan masyarakat pada nilai-nilai adat, kepatuhan yang dilakukan secara terus-menerus kemudian membentuk budaya Hukum. Efektifitas Hukum menurut Friedman salah satunya bergantung pada Budaya Hukum, (Lawrence M Friedman 1984:2)
Menurut Satjipto Rahardjo budaya hukum adalah merupakan kekuatan dalam masyarakat yang berakar pada tradisi, sistem nilai yang dianut, yang akan menentukan bagaimana hukum itu diterima dan bagaimana hukum itu dilaksanakan (Rahardjo, 2008:15).
Keyakinan masyarakat adat terhadap nilai-nilai adat didasari dengan berbagai faktor tentunya, salah satu faktor yang menurut hemat penulis menempati posisi yang sangat penting yakni adanya suatu konsekuensi yang akan terjadi jika aturan adat dilanggar, biasanya hal ini bersifat metafisik atau coraknya magis.
Jabaran ketiga sub pembahasan di atas menjadi bukti bahwa Hukum adat masih eksis dan berkembang di dalam masyarakat adat itu sendiri baik jika ditinjau dari segi konseptual maupun Yuridis, keberlakuannya diakui oleh Hukum positif, namun disisi lani keberlakuan Pada masyarakat Adat juga di sebabkan pada keyakinana masyarakat adat pada nilai-nilai Hukum adat tersebut.
Admin law.uad.ac.id tidak bertanggung jawab atas isi dan konten opini. Seluruh isi dan konten opini adalah tanggung jawab penulis.