Pemilu dan Kecurangannya Mendegradasi Kedaulatan Rakyat
Pertemuan Nasional Forum Dekan dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah Se-Indonesia (Fordek FH dan STIH PTM). Pertemuan yang bertempat di Amphitarium Kampus 4 UAD, pada hari Rabu, 21 Juni 2023 diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (FH UAD) yang diisi dengan kegiatan seminar bertemakan “Mewujudkan Pemilu yang Berkeadilan, Berintegritas dan Berkelanjutan, Tantangan Oligarki Politik dan Politik Uang.”
Seminar dimoderatori oleh Dr. Rahmat Muhajiir Nugroho S.H., M.H selaku Dosen Fakultas Hukum UAD dengan Tiga Narasumber, yaitu Prof. Dr. Ibnu Sina Chandranegara, S.H., M.H, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Titi Anggraeni, S.H., M.H selaku Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan Feri Amsari, S.H., M.H selaku Dosen Hukum di Universitas negeri Padang.
Ibnu Sina menyebutkan bahwa kedaulatan rakyat pada Pemilihan Umum hanya terjadi selama 5 (lima) menit, selanjutnya daulat rakyat tersingkirkan oleh daulat Partai Politik. “Korupsi menjadi terencana sejak tahapan pra pemilu melalui besarnya mahar politik. Saat ini Indonesia mengalami defisit subtansi, surplus formalitas tercermin dengan kuatnya budaya feodalisme, krisis demokrasi dalam internal Parpol.” Sebutnya.
Titi Anggraeni, S.H., M.H juga menyampaikan pendapat yang tidak begitu berbeda, menurutnya Pemiluhan Umum dibuat secara pragmatis dan oportunis. “Terdapat tiga kecurangan dalam pemilu yaitu: money politic of rules, manipulasi voters, dan manipulasi pemilih” Tuturnya.
Menurut Feri Amsari, kuncinya kecurangan ada pada tahapan pelaksanaan, bagaiana proses politik ini akan menjadi incaran sejak awal untuk dicurangi. Wacana kecurangan dalam Pemilihan Umum memang lagi kencang-kencangnya, oleh karenanya Feri mengingatkan untuk secara bersama-sama mengawasi proses Pemilihan Umum pada 2024.
Di lain kesempatan, Dr. Rahmat Muhadjir Nugroho, SH, MH (22/06/2023) melihat indikasi kecurangan ini sudah terlihat sejak kasus percakapan penyelenggaraan Pemilihan Umum dalam verifikasi Partai Politik hingga berbagai upaya menunda Pemilu 2024 dan gugatan terhadap sistem proporsional terbuka. “Problem regulasi Pemilu juga menjadi catatan, antara lain ketentuan Presidential Threshold, keterwakilan 30% calon perempuan yg tereduksi, dihapusnya syarat “masa iddah” bagi mantan narapidana koruptor untuk menjadi caleg dan Laporan Sumbangan Dana Kampanye, dan lain-lain. Mekanisme konsultasi KPU kepada DPR dalam penyusunan Peraturan KPU ternyata mendegradasi substansi aturan dalam UU Pemilu.” tutupnya. (ew)