PENANGANAN TINDAK PIDANA BERDASARKAN KEADILAN RESTORATIF
Muhammad Riswan
Mahasiswa FH UAD Angkatan 2022
Restorative Justice
Dengan melihat banyaknya permasalahan yang terjadi dalam lembaga pemasyarakatan, seperti kriminalisasi atas tahanan yang dilakukan oleh oknum aparat-aparat kepolisian tentu itu merupakan suatu hal yang bertentanggan dengan hukum serta tujuan dari lembaga pemasyarakatan, yaitu pengayoman pada terpidana juga dilaksanankan berdasarkan kemanusiaan. Di mana apabila kita melihat salah satu tujuan dari pemidanaan itu berdasarkan teori relatif, teori ini memandang pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai tujuan bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan. Artinya pelaku yang melakukan perbuatan yang melawan hukum dididik dan dibina selama dalam tahanan. Sudah barang tentu dalam pemahaman pidana sebenarnya orang yang melakukan perbuatan pidana bisa disebut orang yang sakit, maka orang yang sakit tersebut haruslah diobati melalui pendekatan dan pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan guna sesampainya ia di lingkungan masyarakat dapat diterima kembali.
Oleh karena itu orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna, namun hal ini sangat sulit untuk diwujudkan dalam masyarakat. Kondisi ini menggugah kita untuk mengkaji ulang (reorientasi) model pemidanaan yang digunakan dalam penegakan hukum pidana. Orientasi penegakan hukum pidana yang dipahamai selama ini adalah menjatuhkan sanksi terhadap yang bersalah atau yang melanggar hukum dengan sanksi yang masing-masing telah ditentukan. Penjatuhan atau pemberian sanksi tersebut ditujukan untuk memberikan efek jera terhadap yang melanggar maupun terhadap masyarakat lainnya untuk dijadikan pelajaran. Namun belum tentu orientasi dalam penegakan hukum pidana tersebut akan memberikan pemulihan terhadap korban dan pelaku secara langsung. Maka daripada itu restorative justice memberikan upaya baru dengan melakukan pendekatan antara pelaku dan korban secara langsung untuk mengambil jalan tengah terbaik dengan kesepakatannya, serta dapat memulihkan korban dan pelaku secara langsung dalam waktu yang cepat melalui kesepakatan bersama.
Tentu kita sudah tidak asing lagi mendengar tentang istilah restorative justice, yang dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut dengan istilah keadilan restoratif. Pada tahun 1977 Albert Eglash, seorang psikolog yang pertama kali memperkenalkan restorative justice dalam tulisannya yang membahas tentang ganti rugi atau pampasan (reparation). Braithwaite dan Strang memberikan dua pengertian keadilan restoratif: pertama, keadilan restoratif sebagai konsep proses yaitu mempertemukan para pihak yang terlibat dalam sebuah kejahatan untuk mengutarakan penderitaan yang telah mereka alami dan menentukan apa yang harus dilakukan untuk memulihkan keadaan. Kedua, keadilan restoratif sebagai konsep nilai yakni mengandung nilai-nilai yang berbeda dari keadilan biasa karena lebih menitik beratkan pada pemulihan dan bukan penghukuman (Sullivan, 2006).
Restorative Justice ditujukan untuk mempertemukan kedua belah pihak yakni pelaku dan korban dengan menggunakan pendekatan mediasi di luar pengadilan (non-litigasi), dengan maksud dan tujuan agar permasalahan hukum yang ditimbulkan akibat terjadinya perbuatan pidana tersebut dapat diselesaikan dengan baik dengan tercapainya persetujuan dan kesepakatan diantara para pihak.
Konsep Restorative Justice dan Implementasinya
Manusia secara kodrat adalah makhluk sosial (zoon politicon), artinya manusia sebagai individu tidak akan mampu hidup sendiri dan berkembang dengan sempurna apabila tidak hidup bersama dengan individu atau manusia lainnya. Sejak lahir manusia sudah harus hidup bersama, setidak-tidaknya dengan ibu dan ayah yang memelihara, mengasuh dan melindunginya. Keharusan hidup bersama itu karena manusia mempunyai kebutuhan yang hanya dapat dipenuhi apabila berhubungan dengan atau mendapat bantuan dari manusia lainnya. Dengan kata lain, manusia harus hidup bermasyarakat, saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain dalam kelompoknya guna memperjuangkan dan memenuhi kepentingan hidupnya.
Manusia dalam berinteraksi satu sama lain dalam rangka memperjuangkan dan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, terkadang saling berbenturan dengan manusia lainnya. Hal ini terjadi karena kebutuhan manusia sangat banyak dan cenderung tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhan manusia sangat terbatas, apalagi jika kebutuhan manusia itu sama dengan manusia lainnya. Sehingga bagi orang-orang tertentu yang tidak sabar, tidak puas terhadap apa yang sudah dimilikinya dan ingin kebutuhannya terpenuhi dengan cepat, sering menempuh jalan pintas dan bertindak di luar kepatutan serta melanggar norma-norma dalam masyarakat bahkan melanggar hukum yang berlaku, seperti hukum pidana.
Namun di sini penulis tidak banyak membahas tentang hukum pidana yang pada prinsipnya dijadikan sebagai upaya akhir (ultimum remidium) untuk memutuskan suatu masalah yang bertentangan di dalam masyarakat. Namun ada konsep baru yaitu restorative justice yang tertuang dalam peraturan kepolisian nomor 8 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian Tindak Pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil guna menemukan solusi terbaik melalui kesepakatan bersama.
Tanpa kita sadari sebelum restorative justice terkenal dan banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal konsep restorative justice dalam kebiasaan, hukum adat serta nilai-nilai yang lahir di dalamnya yang banyak menggunakan cara musyawarah untuk mencapai mufakat. Bahkan juga tercantum dalam sila keempat yang berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Hal ini dimaksudkan apabila terjadinya problem dalam masyarakat sebisa mungkin diselesaikan secara musyawarah, guna menemukan solusi terbaik melalui kesepakatan bersama.
Indonesia sendiri telah mengagungkan prinsip musyawarah sebagai suatu kebiasaan yang mendarah daging untuk menyelesaikan segala permasalahan yang ada di bangsa ini. Sebab dengan dibicarakan melalui musyawarah maka segala keputusan maupun berbagai bentuk problematika yang terjadi itu dicarikan solusinya bersama-sama guna memutuskan putusan yang nantinya baik dan inilah bukti bahwa sebenarnya restorative justice juga telah berkembang di dalamnya. Musyawarah akan mencapai suatu kesepakatan yang win-win solution tanpa merugikan atau menyebabkan ketidakseimbangan terhadap satu pihak sehingga penyelesaian pun dapat tercapai.
Menurut Prof Mardjono Reksodiputro, perdamaian merupakan inti dari restorative justice. Perdamaian antara korban dan pelaku atau pihak yang bersengketa dimaksudkan agar keadaan yang menimbulkan perselisihan atau persengketaan itu bisa dinetralisir. Dengan adanya Restorative Justice juga sebenarnya dapat membuka pintu partisipasi aktif dari kedua belah pihak. sehingga keinginan dari masing-masing pihak dapat disampaikan dan dari sini kemudian dapat tercipta suatu bentuk keadilan hukum, keadilan yang benar-benar adil bagi kedua belah pihak (adil bagi pelaku dan juga adil bagi korban yang terdampak akibat perbuatan pelaku). Restorasi meliputi pemulihan hubungan antara pihak korban dan pelaku. Pemulihan hubungan ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama antara korban dan pelaku. Pihak korban dapat menyampaikan mengenai kerugian yang dideritanya dan pelaku pun diberi kesempatan untuk menebusnya, melalui mekanisme ganti rugi, perdamaian, kerja sosial, maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya. Konsep pendekatan restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada pelaku tindak pidana serta korban. Mekanisme tata acara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog antara kedua belah pihak (korban dan pelaku) dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku.
Restorative Justice (Keadilan Restoratif) adalah suatu pendekatan keadilan yang memfokuskan kepada kebutuhan korban, pelaku kejahatan, dan juga melibatkan peran serta masyarakat, dan tidak semata-mata memenuhi ketentuan hukum atau semata-mata penjatuhan pidana. Dalam hal ini korban juga dilibatkan di dalam proses, sementara pelaku kejahatan juga didorong untuk mempertanggungjawabkan atas segala perbuatan yang mengakibatkan terjadinya korban, kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat dengan meminta maaf terhadap korban. Konsep restorative justice pada dasarnya sederhana yaitu merupakan teori keadilan yang menekankan pada pemulihan kerugian yang disebabkan oleh perbuatan yang dilakukan pelaku.
Pendekatan restorative justice memfokuskan kepada kebutuhan baik korban maupun pelaku kejahatan, menumbuhkan dialog antara korban dan pelaku akan menunjukkan tingkat tertinggi kepuasan korban dan akuntabilitas pelaku, artinya pelaku dipertemukan di hadapan korban dan mempertanggung jawabkan perbuatan yang diperbuat dengan kesepakatan kedua belah pihak. Konsep restorative justice (Keadilan Restoratif) pada dasarnya sederhana dimana pertanggungjawaban oleh pelaku terhadap korban dalam hal menyelesaikan masalah tidak lagi berdasarkan pembalasan setimpal dari korban kepada pelaku (baik secara fisik, psikis atau hukuman), namun perbuatan yang menyakitkan itu disembuhkan dengan memberikan dukungan kepada korban dan mensyaratkan pelaku untuk bertanggung jawab, dengan bantuan keluarga dan masyarakat bila diperlukan. Oleh karena itu konsep restorative justice di bangun berdasarkan pengertian bahwa kejahatan yang telah menimbulkan kerugian harus dipulihkan kembali baik kerugian yang diderita oleh korban maupun kerugian yang ditanggung oleh masyarakat. Keterlibatan anggota masyarakat sangat dibutuhkan untuk membantu memperbaiki kesalahan dan penyimpangan yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat yang bersangkutan.
Dalam pemahaman hukum dan penegakan keadilan, perubahan paradigma dari pendekatan konvensional yang berfokus pada hukuman dan pembalasan terhadap pelaku tindak pidana menuju pendekatan keadilan restoratif merupakan suatu langkah penting. Tulisan ini mencoba mengambarkan konsep restorative justice dalam penerapannya, dimana terjadinnya kesepakatan antara kedua belah pihak, dan pelaku siap mempertanggungjawabkan atas pebuatan yang dilakukanya. Implementasi keadilan restoratif menekankan kolaborasi antara pelaku dan korban tindak pidana, serta partisipasi masyarakat, untuk mencapai penyelesaian yang adil dan bermanfaat bagi semua pihak. Pendekatan ini mengakui bahwa setiap tindakan pidana memiliki dampak yang mendalam, tidak hanya terhadap korban, tetapi juga terhadap pelaku dan masyarakat secara luas.
Pelaku tindak pidana sebagai individu yang membutuhkan bimbingan, rehabilitasi, dan pemulihan, bukan sekadar hukuman yang keras. Oleh karena itu, pemulihan dan rekonsiliasi menjadi fokus utama dalam keadilan restoratif, konsep restorative justice merupakan langkah yang berpotensi untuk membawa perubahan positif dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Ini adalah upaya untuk melihat pelaku tindak pidana sebagai individu yang dapat dipulihkan dan diberikan kesempatan untuk berkontribusi kembali kepada masyarakat. Dengan demikian, keadilan restoratif bukan hanya tentang menegakkan hukum, tetapi juga tentang membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.