Fordek FH dan Ketua STIH PTM Se-Indonesia Mengkritisi RUU Omnibus Law Kesehatan: Ada Apa?
Bantul (22/06/2023) Forum Dekan Fakultas Hukum dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah (Fordek FH & Ketua STIH PTM) menyampaikan keprihatinannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) “Omnibus Law” yang dinilai memiliki banyak masalah. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Tongat, SH, MH setelah mengikuti rangkaian Pertemuan Nasional Fordek FH & Ketua STIH PTM di Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (FH UAD), Yogyakarta (21/06/2023).
Didampingi oleh Ujuh Juhana, SH, MH selaku Prof. Dr. Tongat, SH, MH menyampaikan paling tidak ada 5 (lima) persoalan terhadap “Omnibus Law” Kesehatan. Persoalan pertama yakni proses pembahasan yang terkesan tertutup tanpa ada pelibatan partisipasi publik (meaningfull participation) dari stakeholders penting di bidang kesehatan; kedua berkaitan eksistensi regulasi ini menghadapi berbagai persoalan, seperti bio-terorisme yang belum diatur; ketiga persoalan terkait genom dan privasi yang potensi penyalahgunaan; keempat berkaitan kemandirian riset bioteknologi yang sudah dimulai Lembaga Eijkman namun sayang dilebur dalam Badan Riset dan Inovasi Nasioanl (BRIN); dan terakhir fasilitas dan anggaran yang pada awal usulannya sebesar 10% (sepuluh persen) tiba-tiba dihapus.
Dilain kesempatan, Nurul Satria Abdi, SH, MH (22/06/2023) sebagai ahli legal drafting dari FH UAD saat dihubungi menyampaikan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan tidak boleh semata-mata karena adanya keinginan perlunya dibentuk peraturan perundang-undangan, namun harus melalui kajian mendalam, terencana, disusun rapi dengan pelibatan partisipasi publik (meaningfull participation). “RUU Kesehatan yang diibentuk dengan metode omibus law dalam hal ini tidak memenuhi kriteria pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik karena kurangnya partisipasi publik yang bermakna” pungkasnya. (ew)