Pragmatisme dalam Organisasi Mahasiswa
Ririn Oktaviana
Mahasiswi FH UAD Angkatan 2022
Organisasi mahasiswa (Ormawa) adalah entitas yang terdiri dari mahasiswa yang bersatu untuk mencapai tujuan bersama, memperjuangkan kepentingan mahasiswa dan mengembangkan potensi anggotanya. Entitas dalam konteks organisasi mahasiswa merujuk pada bidang yang memiliki keberadaan atau peran tertentu dalam struktur organisasi. Contohnya bisa berupa departemen dan kelompok studi yang memiliki fungsi khusus dalam mencapai tujuan ormawa tersebut. Misalnya, Departemen Keorganisasian serta Kelompok Studi Kajian yang merupakan entitas-entitas dalam lingkungan organisasi mahasiswa, yang masing-masing memiliki peran dan tanggung jawabnya sendiri. Idealnya, organisasi mahasiswa menjadi wadah yang mendorong pengembangan kepemimpinan serta bergerak mempromosikan nilai-nilai etika, integritas, dan tanggung jawab sosial kepada seluruh mahasiswa. Pentingnya pengembangan nilai-nilai etika, integritas, dan tanggung jawab dalam organisasi mahasiswa ialah dapat mendorong hubungan yang positif antar anggota serta menumbuhkan karakter yang kuat dalam memimpin sehingga mampu menciptakan profil lulusan yang memiliki kontribusi kreatif dan inovatif yang signifikan.
Namun, pada kenyataannya tidak jarang beberapa organisasi mahasiswa terlibat dalam praktik-praktik yang tidak etis, diantaranya adalah memasukkan nama titipan, pemalsuan data keuangan, atau memanfaatkan kebijakan yang tidak adil untuk mencapai hasil yang diinginkan dengan cara yang paling praktis, serta menjalankan kepemimpinan nepotisme dengan cara memberikan keuntungan atau posisi kepada calon anggota baru atau kepada anggota organisasi yang memiliki hubungan dekat tanpa mempertimbangkan kualitas dan kompetensi. Pada pembahasan ini, penulis tertarik membahas sifat pragmatisme dalam organisasi mahasiswa untuk menyoroti fenomena aktual di mana pendekatan praktis dalam pengambilan keputusan memiliki dampak yang signifikan terhadap dinamika dan aktivitas organisasi mahasiswa pada saat ini.
Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang lahir di Amerika pada era 1870, merupakan sifat atau ciri seseorang yang cenderung berpikir praktis dan sempit tanpa memperhatikan pertimbangan etika atau nilai-nilai moral. Seseorang yang mempunyai sifat pragmatis selalu menginginkan hasil yang cepat tanpa melibatkan proses yang lama, meski dalam praktiknya hal ini dapat membuat hasil tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam konteks ini, sifat pragmatis dapat menjadi faktor pendorong terhadap praktik tidak etis dalam organisasi mahasiswa ketika tujuan praktis diutamakan di atas nilai-nilai etika dan integritas.
Pada dasarnya, sifat pragmatis tidak dapat dipisahkan dari diri seseorang dan sifat pragmatis juga tidak selalu berkaitan dengan hal-hal negatif, bahkan dapat dijadikan acuan untuk bertindak atau bekerja lebih singkat dan menghemat waktu. Seseorang yang dapat menggunakan sifat pragmatis dengan bijak akan menghasilkan hasil yang lebih baik. Namun, pada saat ini banyak kalangan yang menyalahgunakan sifat pragmatis untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu tanpa berpikir panjang, yang bahkan dapat merugikan orang lain. Salah satu diantaranya adalah praktik-praktik pragmatisme yang berkembang begitu pesatnya di lingkungan organisasi mahasiswa. Contohnya adalah praktik ‘titip’ nama atau menerima nama ‘titipan’ sebelum berlangsungnya pembukaan pendaftaran (Open recruitment). Praktik menerima nama ‘titipan’ yang dilakukan oleh suatu organisasi pasti akan menimbulkan kecurangan dan kerugian dari berbagai pihak, yaitu:
- Hilangnya karakter kritis, sifat jujur, etika, dan tanggung jawab mahasiswa dalam berproses,
- Ketidak adilan bagi mahasiswa yang benar-benar ingin mendaftar dan memiliki potensi dalam bidang tersebut,
- Hilangnya idealisme suatu organisasi karena mahasiswa yang terlalu pragmatis.
Pembahasan dan penelitian mengenai pragmatisme di lingkungan mahasiswa sudah sangat tidak asing, berbagai pihak sudah mengantisipasi perkembangan sifat pragmatis dalam berbagai tulisannya yang mengacu pada fakta yang terjadi saat ini. Organisasi mahasiswa yang seharusnya digunakan sebagai wadah mahasiswa untuk mengembangkan diri dan mencetak calon-calon pemimpin masa depan harus berhadapan dengan praktik-praktik tidak etis di dalamnya.
Yulianto & Hapsari (dalam Grace Phillandros Violetta & Ika Kristianti, 2023) menyatakan: bahwa terdapat kecurangan berupa penyalahgunaan laporan keuangan yang dilakukan kepanitiaan di Fakultas X pada Universitas ABC. Kecurangan sering terjadi karena sudah menjadi ‘budaya ikut-ikutan’ dan ‘budaya semua bisa diatur’. Kecurangan tersebut sudah terjadi dari mulai tahap perencanaan sampai tahap akhir yaitu pertanggungjawaban. Kasus kecurangan yang dilakukan oleh Lembaga Kemahasiswaan juga terjadi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas “X” yaitu memanipulasi laporan dan penyalahgunaan aset yang sudah sering terjadi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh tokoh-tokoh di atas menyatakan bahwa sifat pragmatisme sudah sangat berkembang dan berseberangan dengan nilai-nilai etika, kejujuran, serta tanggung jawab dalam diri mahasiswa, tidak hanya berkembang tetapi sifat praktis tersebut sudah menjadi budaya yang diikuti semua kalangan, serta sudah menjadi rahasia umum dan semua orang memahami keadaan yang sebenarnya terjadi.
Pesatnya perkembangan sifat pragmatis dalam lingkungan organisasi mahasiswa tidak terlepas dari alasan mendasar terhadap tujuan praktis dan tuntutan lingkungan. Formalitas dalam menjalankan sebuah program organisasi dan menyelesaikan semua tugas serta mencapai target dapat dilihat sebagai strategi untuk menunjukkan efisiensi dan kesuksesan organisasi, bahkan jika harus menggunakan praktik-praktik tidak etis di dalamnya. Dalam konteks ini, menekankan bahwa program berjalan dapat diartikan sebagai upaya untuk memastikan bahwa kegiatan organisasi dapat terus dilaksanakan tanpa hambatan yang berarti. Tuntutan lingkungan yang membenarkan praktik-praktik tidak etis tersebut mendorong perkembangan sifat pragmatis dalam diri mahasiswa.
Tarik menarik antara idealisme dan pragmatisme dalam lingkungan mahasiswa yang sudah terjadi sejak lama menjadikan hal ini menjadi sebuah tantangan yang harus diatasi. Kita semua dihadapkan pada tanggung jawab bersama untuk menghadapi arus besar pragmatis yang sedang merambah dunia pendidikan, terutama bagi kita yang berada di dalam lingkup organisasi mahasiswa. Pentingnya menjaga integritas dan idealisme akademik muncul sebagai tugas utama, ketika merujuk pada organisasi mahasiswa sebagai wadah bagi mahasiswa untuk mempromosikan nilai-nilai etika. Dengan ini, penulis mengajak semua kalangan akademisi untuk meningkatkan nilai-nilai kejujuran di dalam diri masing-masing sebagai suatu keharusan. Karena kepraktisan ini kemudian dapat menghambat pemikiran mahasiswa sehingga tidak lagi berpikir secara kritis ketika menghadapi sebuah masalah, dunia pendidikan dengan tegas tidak membenarkan hal tersebut, tetapi hal tersebut sudah mengakar dalam diri mahasiswa.
Berkembangnya sifat pragmatisme dalam lingkungan organisasi mahasiswa menunjukkan bahwa organisasi tersebut tidak mampu lagi menjaga idealisme oleh karena tuntutan mahasiswa yang terlalu pragmatis. Pragmatisme selalu fokus pada keuntungan segera dan sering mengabaikan aspek kualitas dan dampak jangka panjang, kebijakan atau keputusan ini dapat merugikan masa depan suatu organisasi karena kurangnya perencanaan yang matang. Kita selalu cenderung dengan hasil yang cepat, tetapi lupa mengukur konsekuensi jangka panjang dari pilihan tersebut, penting untuk mencari keseimbangan antara keuntungan saat ini dan investasi untuk masa depan yang berkelanjutan.