Ilham Yuli Isdiyanto: UU Sistem Perbukuan Perlu Diubah untuk Mendorong Ekosistem dan Perlindungan Pelaku Perbukuan
Bantul – Negara butuh hadir untuk mendorong literasi di Indonesia yang semakin terpuruk dan problematik, untuk itu penting untuk dilakukan kajian secara lebih komprehensif terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan (UU Perbukuan).
Menanggapi hal ini, Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (FH UAD) bekerjasama menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertemakan “Urgensi Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan”.
Dalam FGD tersebut, hadir sebagai narasumber Dr. Lidya Suryani Widyawati, S.H., M.H. (Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI), Ilham Yuli Isdiyanto, S.H., M.H., CLA, CMB (Direktur Pusat Kajian Sejarah dan Pembangunan Hukum) dan Wawan Arif Rahman (Ketua IKAPI DIY) dan dimoderatori oleh Fadlurrahman S.Pd.I., M.Pd. (Sekretaris UAD Press). Kegiatan yang diadakan di Amphitarium Kampus 4 UAD pada hari Jumat (26/05/2023) tersebut dihadiri oleh berbagai kalangan Pelaku Perbukuan dan mahasiswa.
Para narasumber menyampaikan urgensi perubahan terhadap UU Perbukuan memang sudah mendesak, terutama budaya literasi di Indonesia yang sangat rendah. Narasumber Dr. Lidya Suryani Widyawati mengungkapkan bahwa rencana perubahan terkait UU Perbukuan sudah masuk pada Program Legislasi Nasional (Proglegnas). Begitu juga berkaitan dengan industri perbukuan yang memprihatinkan, menurut Wawan Arif perlu ada dukungan nyata dari Pemerintah.
Menurut Ilham Yuli Isdiyanto, persoalan utama dari UU Perbukuan sehingga perlu untuk direvisi adalah isi pengaturan didalamnya yang belum banyak mengakomodir ekosistem Pelaku Perbukuan dan peran pemerintah daerah. “Pembentukan ekosistem perbukuan dan perlindungan terhadap pelaku perbukuan sudah seharusnya diatur menjadi tanggungjawab tidak hanya pemerintah pusat melainkan pemerintah provinsi, kabupaten hingga desa”.
Ilham Yuli Isdiyanto sempat menyampaikan, budaya literasi sejatinya adalah budaya Indonesia itu sendiri. Sejak era kerajaan dahulu kala, sudah dikenal budaya literasi. Hal ini terbuka dari hampir setiap daerah memiliki aksaranya, karya sastra klasik terpanjang di dunia juga berasal dari Indonesia bernama La Galigo, dan banyak bukti lainnya. “Negara harus hadir, ini sudah krisis, oleh karenanya mengatasinya harus dengan perlindungan bukan hanya dorongan” tutupnya. (sum)