KASUS PEMBUNUHAN AKTIVIS HAM MASA LALU YANG BELUM MENEMUKAN TITIK TERANG
Andi Muh Ikram Alqivari
Mahasiswa FH UAD Angkatan 2022
Kasus Munir Salah Satu Pelanggaran Ham Yang Tak Terlupakan
Sembilan belas tahun lalu, seorang pejuang hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib dibunuh di udara. Pembunuhan ini terjadi ketika di tanah air sedang sibuk-sibuknya menghadapi Pemilu 2004 putaran kedua. Pemilu ini sangat bersejarah karena digelar secara langsung untuk pertama kalinya semenjak Indonesia terbebas dari cengkeraman Orde Baru. Penulis sempat membaca buku yang ditulis Wendratama di dalam bukunya berjudul “Kasus Munir Pembunuhan yang Sempurna? (2009)”. Wendratama menceritakan ketika seorang istri akan menabung rindu karena sang suami akan melanjutkan studi di negeri Belanda.
Sebagaimana telah diketahui, Munir meninggal dengan cara diracun hingga wafat dalam penerbangan Garuda Indonesia bernomor GA 974 pada Selasa, 7 September 2004. Kasus pembunuhan terhadap Munir bukanlah kasus kriminal biasa, sebab melibatkan aktor negara, pihak Garuda Indonesia, dan penuh dengan konspirasi, sehingga muatan kejahatannya bersifat struktural. Selain itu, kasus pembunuhan ini dapat digolongkan sebagai kejahatan yang bukan tindak pidana biasa (ordinary crimes ), melainkan tindak pidana luar biasa (extra ordinary crimes) atau pelanggaran HAM yang berat (gross violations of human rights) atau bahkan dinilai sebagai kejahatan yang amat serius (the most serious crimes) seperti kejahatan melawan kemanusiaan (crimes against humanity).
Oleh karena itu, kasus pembunuhan munir merupakan kejahatan yang luar biasa yang kemudian sudah seharusnya diselesaikan oleh negara. Namun. Kasus ini seakan-akan ditutup dan tak ingin dibuka Sehingga kemudian hal inilah yang membuat kasus ini tak terlupakan, dimana kasus pembunuhan seakan tak menemukan titik usai. Karena demikian, kematian munir masih menjadi misteri, siapa dalang yang ada di baliknya dan bagaimana tanggung jawab negara akan hal ini.
Bagaimana Dengan Tanggung Jawab Negara
Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) dalam suatu tulisan pada media online (https://kontras.org/2021/12/08/komnas-ham-harus-segera-tetapkan-kasus-munir-sebagai-pelanggaran-ham-berat/) menjelaskan bahwa ketika negara tidak mampu untuk menyentuh aktor intelektual merupakan bentuk kegagalan negara dalam memberikan keadilan terhadap korban, Penegakan Hukum Kasus Munir tidak seperti yang diharapkan dan tidak memenuhi rasa keadilan. Pengadilan hanya mampu mengadili aktor lapangan. Sementara itu aktor intelektual pembunuhan Munir tidak mampu diungkap dalam penyidikan dan dihadapkan di muka Pengadilan . Padahal rangkaian fakta hukum menunjukkan dengan jelas bahwa Pollycarpus terhubung dengan beberapa aktor negara yakni pihak Garuda Indonesia dan BIN.
Sampai dengan saat ini sudah 19 Tahun perjalanan kasus Pembunuhan Munir tidak dapat menyentuh lapisan-lapisan aktor yang terlibat. Beberapa pihak yang diduga kuat menjadi aktor pembunuhan kasus Munir sebagaimana dokumen Tim Pencari Fakta (TPF), tidak pernah dituntut ke muka persidangan. Selain itu KASUM menilai Kasus Pembunuhan Terhadap Munir, merupakan salah satu pelanggaran HAM yang berat. Apabila kasus Munir ditetapkan sebagai Pelanggaran HAM berat, maka merujuk ketentuan Pasal 46 UU Pengadilan HAM yang mengatur tentang tidak berlakunya ketentuan daluarsa. Selain itu, konsekuensi dari Kasus Munir sebagai Kejahatan HAM Berat adalah tanggung jawab penyelidikan dan penyidikan akan diserahkan kepada Komnas HAM dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia sebagai institusi yang berwenang.
Bahwasanya kasus ini penting untuk dituntaskan oleh Negara sebab berpotensi menciptakan keberulangan di kemudian hari. Pengabaian terhadap penuntasan Kasus Pembunuhan Munir dapat menjadi momok menakutkan bagi para pembela HAM dalam melakukan kerja-kerja perlindungan dan pemajuan HAM yang bebas dari upaya kriminalisasi, penghilangan paksa, kekerasan dan ancaman kekerasan, strategic lawsuit against pubilc participation (SLAPP), dan segala bentuk pembungkaman lainnya. Belum ditetapkannya Kasus Pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat juga dapat menghalangi upaya pencarian keadilan dan pengungkapan fakta yang sebenar-benarnya serta kegagalan Pemerintah memastikan Jaminan Ketidak Berulangan kejahatan. Selain itu, berpotensi melepaskan aktor-aktor pembunuhan dari jeratan hukum.
Kasus kematian Munir masih menyisakan tanda tanya. Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir pada tahun 2004 melalui Keppres 111/2004 oleh pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi langkah penting dalam upaya pengungkapan kasus Munir. Namun sangat disayangkan, hasil penyelidikan TPF tersebut tidak pernah diumumkan secara resmi ke hadapan publik meskipun ketetapan dalam angka kesembilan Keppres 111/2004 telah memberikan mandat hal tersebut. Komisi Informasi Publik (KIP) Pusat pada Oktober 2016 telah memutus bahwa Pemerintah Indonesia harus segera mengumumkan TPF Munir. Sehari berselang pasca putusan KIP, Joko Widodo sempat memerintahkan Jaksa Agung untuk mencari dokumen TPF tersebut. Terdapat sejumlah nama–selain Pollycarpus yang pernah diadili–dalam laporan tersebut, tapi nampaknya rezim pemerintahan dari SBY hingga Joko Widodo terlihat enggan mengumumkan hasil TPF tersebut. Tentu ini menjadi tanda tanya besar, siapa dan mengapa hingga 19 tahun berselang peristiwa pembunuhan tersebut nama-nama yang tercatat tidak pernah dituntut di peradilan.
Negara Harus Tegas Dan Serius Tuntaskan Kasus Munir
Penuntasan kasus pembunuhan terhadap Munir merupakan perwujudan komitmen Indonesia terhadap penegakan hak asasi manusia (HAM), Jika kasus ini dapat diselesaikan dengan adil, maka ini akan menjadi pertanda bahwa Indonesia siap melindungi warganya memperjuangkan HAM. Penyelesaian kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM tersebut memiliki makna yang begitu luas bagi Indonesia. Proses penuntasan kasus ini telah berlangsung lintas pemerintahan. Mengingat kasus munir telah bergulir sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga kini telah memasuki periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Peran aktif KOMNAS HAM, jajaran penegak hukum, dan berbagai lapisan masyarakat, khususnya organisasi aktivis HAM dalam menuntaskan Kasus Munir, menunjukkan bahwa Indonesia tidak akan membiarkan kasus ini hilang. Ini pertanda bahwa kasus pelanggaran HAM akan terus diusut hingga tuntas, dan dapat diselesaikan sebagaimana mestinya, Penyelesaian kasus Munir, akan memberi keadilan bagi korban dan keluarganya, dan menjadi pertanda bahwa Indonesia memiliki komitmen dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM. Ini akan menjadi bukti bahwa HAM dijunjung tinggi di negara ini, pembunuhan terhadap Munir mendatangkan teror bagi para aktivis HAM di Indonesia. Oleh karena itu, tuntasnya kasus ini dapat memberi angin segar dan menunjukkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk menegakkan keadilan dan HAM.
Pengungkapan kasus Munir tidak akan sulit jika Pemerintah benar–benar mau membuka dan mengumumkan isi laporan yang disusun oleh Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir (TPF Munir). Apalagi Tim yang dibentuk melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 111 Tahun 2004 ini telah bekerja selama 6 (enam) bulan dengan melakukan pendalaman fakta, termasuk mengumpulkan keterangan saksi dan bukti–bukti lainnya. Sejumlah nama –di luar Pollycarpus-disebutkan dalam laporan guna diselidiki lebih lanjut karena diduga terlibat pembunuhan Munir.
Tapi keengganan Pemerintah untuk mengumumkan isi laporan tersebut menimbulkan tanda tanya besar mengenai siapa saja yang diduga terlibat dan mengapa hingga saat ini tidak pernah diadili di pengadilan. Segala upaya telah dilakukan oleh Koalisi, termasuk dengan mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat (KIP) pada tahun 2016 saat dikabarkan kalau laporan TPF tersebut tidak di Kementerian Sekretariat Negara. Upaya hukum ini menghasilkan sebuah fakta bahwa dokumen laporan TPF adalah dokumen yang terbuka untuk publik, sehingga tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk menolak mengumumkan laporan tersebut. Alih-alih melaksanakan putusan tersebut dengan mengumumkannya, Presiden melalui Kemensetneg justru mengajukan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dengan alasan bahwa laporan tersebut tidak dimiliki atau dikuasai oleh Presiden maupun Kemensetneg.
Seharusnya pemerintahan Presiden Joko Widodo harus menunjukkan sikap tegas atas komitmennya yang pernah disampaikan iya berjanji untuk menuntaskan kasus-kasus masalah lalu yang belum terselesaikan misalnya kasus pelangaran hak asasi manusia (HAM) terhadap pejuang HAM Munir Said Thalib, dalam forum tahun 2016. juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk Segera mengumumkan seluruh hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir kepada masyarakat sebagai bentuk amanat Perpres No. 111 tahun 2004 serta menindaklanjuti rekomendasinya hingga tuntas, Bersikap tegas dan serius dalam upaya pengungkapan kasus pembunuhan terhadap Munir, dengan memanggil Jaksa Agung, Kapolri, Menteri Hukum dan HAM, maupun pejabat terkait guna menentukan langkah konkrit Pemerintah untuk menyelesaikan kasus Munir.