Oleh: Rafid Althaf Fadhila
Mahasiwa S1 Fakultas Hukum, Universitas Ahmad Dahlan
Memahami Hukum Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu karya, produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pemahaman lain yang dapat diartikan sebagai Hak Kekayaan Intelektual yakni hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada kreator, inventor, desainer dan pencipta berkaitan dengan kreasi atau karya intelektual mereka. Sederhananya, suatu hak daripada hasil yang diciptakan untuk memperoleh perlindungan secara hukum yang diberikan oleh negara kepada pencipta.
Kekayaan Intelektual dibagi menjadi dua kategori yaitu Hak Cipta dan Hak kekayaan Industri yang terbagi menjadi 5 jenis yaitu Paten, Desain Industri, Merek, Rahasia Dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Hak Kekayaan Intelektual perlu mendapatkan perlindungan hukum oleh negara karena hal tersebut timbul dari adanya suatu kemampuan intelektualitas terhadap suatu karya atau ciptaan manusia baik dalam bidang seni, sastra, ilmu pengetahuan, estetika dan teknologi.
Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak perlindungan hukum yang diberikan kepada pencipta karya intelektual untuk melindungi karya-karyanya dari penggunaan atau reproduksi tanpa izin. Ciptaan adalah hasil karya perorangan atau kelompok yang menunjukkan keasliannya dalam lingkup ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Hasil daripada ciptaannya dapat berupa karya seperti tulisan, musik, film dan perangkat lunak, untuk dapat mengetahui lebih lanjut mengenai ciptaan yang dilindungi oleh hukum, terdapat pada Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Karya Musik
Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, salah satu jenis dari Hak Cipta yang dilindungi yaitu suatu karya musik. Sebelum mendalami bagaimana pengaturan terkait karya musik yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang memiliki nilai moral dan nilai ekonomi bagi penciptanya, maka penting kiranya kita memahami definisi dari musik itu terlebih dahulu. Musik adalah unsur dari seni yang di dalamnya terdapat bunyi, ritme, melodi, warna suara atau timbre, tempo, dinamika dan harmoni yang tergabung menjadi satu sehingga terdengar indah di telinga bagi para penikmatnya atau pendengarnya. Perlindungan hukum terhadap suatu karya cipta musik itu sendiri tertuang pada Pasal 58 Ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Potensi Pelanggaran Hak Cipta dengan Menggunakan Artificial Intelligence
Masuknya Artificial Intelligence (AI) ke industri musik Indonesia memunculkan kekhawatiran baru, terutama terkait orisinalitas karya cipta. Di berbagai platform seperti TikTok, Spotify, maupun Instagram, karya musik berbasis AI semakin mudah ditemukan. Dalam rapat kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Mansia dan DPR RI Komisi III, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly (2019-2024) menegaskan perlunya regulasi untuk melindungi pelaku ekonomi kreatif, khususnya musisi, dari potensi pelanggaran orisinalitas dan hak cipta akibat penggunaan AI.
Menurut Hans M. Limantara dikutip dari Hukum Online, AI bukanlah entitas yang memiliki daya cipta alami, melainkan sistem yang bekerja berdasarkan algoritma buata manusia dengan mengompilasi dan memodifikasi karya-karya yang sudah ada. Artinya, hasil musik yang dibuat AI bukanlah proses kreatif baru, melainkan bentuk abstraksi dari karya terdahulu. Hal ini memunculkan pertanyaan besar, sejauh mana karya AI dapat dianggap orisinal?
Dalam teori hak cipta, suatu ciptaan harus memenuhi unsur orisinalitas dan fiksasi. Negara dengan sistem civil law seperti Indonesia menekankan personalitas pencipta. Orisinalitas (originality) tidak sama seperti kebaruan (novelty), bahkan dua pencipta dapat mengambil inspirasi dari dua hal yang sama dan keduanya dapat dilindungi Hak Cipta dengan syarat kedua hasil karya cipta tersebut tidak menduplikasi satu sama lain. Hal ini berakar dari pemahaman rasional bahwa suatu ide atau pemikiran setiap orang bergantung pada karakter personal sang pencipta, dan hal tersebut tidak dimiliki oleh AI.
UU Hak Cipta di Indonesia menggunakan prinsip deklaratif, di mana perlindungan hak cipta muncul otomatis saat karya dibuat secara nyata. Pencipta didefinisikan sebagai seseorang atau beberapa orang, sehingga AI tidak dapat dikategorikan sebagai pencipta karena bukan subjek hukum. AI hanya berfungsi sebagai alat bantu bagi musisi dalam menemukan ide atau pola musikal, bukan sebagai pihak yang dapat mengklaim hak cipta.
Kesimpulan
Secara a contrario apabila suatu karya tidak memiliki hak-hak istimewa, maka dapat digunakan semua orang dan sifatnya public domain. Mengingat dua hak yang terdapat pada Hak Cipta yakni hak moral dan hak ekonomi, maka penulis rasa hal ini tidak menjadi urgen dikarenakan sebuah AI tidak memerlukan hal-hal sebagaimana hak-hak tersebut untuk melangsungkan hidupnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karya yang dihasilkan AI menurut UU Hak Cipta tidak tergolong sebagai ciptaan yang dapat dilindungi dan AI bukan tergolong sebagai pencipta.
Akhir kata, jika seseorang menggunakan AI untuk menciptakan sebuah karya musik kiranya kita ketahui bahwa hal tersebut tidak secara murni sepenuhnya hasil dari olah pikir manusia, melainkan sebuah proses penciptaan yang terkesan instan.