Muhammad Riswan
Mahasiswa FH UAD 2022, kepala departemen kajian dan penelitian barisan anti korupsi UAD
Dilema penegak hukum
Disini penulis menggunakan kata dilema untuk membahas terkait proses penegakan hukum yang masih menjadi tanda tanya tentang bagaimana proses dalam menjalankan dan menegakan hukum. Dilema penegakan hukum adalah situasi yang seringkali melibatkan konflik moral atau keputusan sulit yang dihadapi oleh penegak hukum dalam menjalankan tugas mereka. Penulis akan memulai menuliskan tentang bagaimana penulis elaku anak muda menginginkan dan mengharapkan agar hukum yang berlaku di negara ini benar-benar diterapkan dan diwujudkan dengan benar-benar adil.
Agar tercapainya suatu tatanan dari masyarakat yang sejahtera serta dapat membangun negara tercinta ini jauh lebih baik dan disegani. Tentang bagaimana mewujudkan keadilan dan kepastian hukum sudah barang tentu tidak terlepas dari penegak hukum yang menjalankanya, pada hakikatnya hukum itu hanyalah berupa teks, hukum akan menjadi kenyataan apabila digerakkan oleh manusia. Hukum yang dimaksud penulis adalah hukum positif yaitu hukum yang sedang berlaku sekarang (hukum pidana). Hukum yang berupa teks itu akan berjalan apabila dijalankan oleh manusia dan manusia yang menjalankannya adalah mereka yang dipercaya dan yang diberikan kewenangan oleh negara.
Negara hukum Indonesia kini sudah berusia 78 tahun. Ada beberapa hal yang kemudian masih menjadi pertanyaan, sudahkah bangsa ini semakin dewasa, matang, dan arif dalam berhukum? sejujurnya, masih jauh dari harapan. Saat ini Indonesia sedang dalam kondisi karut-marut, kondisi krisis di berbagai bidang termasuk bidang hukum. Hukum yang diharapkan bisa memberikan keadilan bagi masyarakat ternyata sebaliknya. Efektifitas penegakan hukum hanya berlaku bagi masyarakat kecil yang melakukan kejahatan kecil. Sedangkan pelaku-pelaku kejahatan besar seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang lazim disebut penjahat berkerah putih (white collar crime) sangat sulit untuk disentuh. Dalam hal ini memang diperlukan keberanian bagi masyarakat khususnya aparat penegak hukum untuk melakukan terobosan-terobosan dalam menyelesaikan perkara tersebut (Arianto, 2010 : 115).
Bila kita merujuk Berdasarkan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Berdasarkan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tersimpan penuh makna apabila kita merenunginya dimana negara tercinta ini menginginkan suatu kedamaian, ketertiban dan keadilan, untuk mewujudkan suatu kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka pentingnya untuk menjaga agar ketertiban dalam suatu negara ini benar-benar terwujud harus diperlukan suatu alat perlengkapan negara yaitu penegak hukum yang menjalankanya. Penegak hukum sebagai sebuah pemeran dalam suatu negara untuk mempertahankan dan menjaga kedamaian agar terwujudnya kesejahteraan bagi negara tercinta ini.
Kembali pada penegak hukum di mana begitu besar pengaruh pemegang peran penegak hukum sangat menentukan hasil akhir dalam proses menegakan hukum, karena mereka merupakan aktor kunci dalam sistem peradilan dan penegakan hukum. Teringat seperti yang dikatakan Soerjono Soekanto bahwa agar hukum dapat berfungsi dengan baik diperlukan mentalitas yang baik dari penegakan hukum. Mentalitas merupkan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penegakan hukum yang dilakukan oleh para aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan advokat). Sekalipun peraturan perundang-undangan sudah baik, akan tetapi mental penegak hukum kurang baik, maka akan terjadi gangguan pada sistem penegakan hukum. Penegakan hukum merupakan salah satu hal yang penting dan menjadi simbol dari Negara yang menyatakan diri sebagai Negara hukum. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dengan tegas disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum (rechtstaats) dan bukan Negara yang didasarkan pada kekuasaan semata (machtsstaats). Berdasarkan hal tersebut penegakan hukum menjadi penentu terwujudnya Negara hukum yang menjadi tolak ukur tindak perbuatan masyarakat dan mampu mengayomi seluruh lapisan masyarakat.
Pada pundak mereka-mereka itulah penegakan hukum itu disandarkan, merekalah yang berperan di dalam melakukan penegakan hukum guna mewujudkan tujuan hukum: keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Guna mewujudkan penegakan hukum yang bertanggung-jawab dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, bangsa, negara dan pada puncak tertinggi adalah pertanggungjawaban kepada Tuhan Yang Maha Esa. Penegakan hukum, berkaitan erat terhadap adanya kepastian hukum dalam memahami, menafsirkan dan menegakkan peraturan perundang-undangan sebagai satu sistem hukum negara yang sedang berlaku. Penegakan hukum juga berkaitan dengan kemanfaatan hukum dan terwujudnya keadilan di tengah masyarakat.
Peran penting penegak hukum untuk mewujudkan keadilan
Satjipto Rahardjo pernah mengatakan hukum tidak bisa tegak dengan sendirinya, artinya tidak mampu untuk mewujudkan sendiri nilai-nilai serta kehendaknya yang tercantum dalam peraturan-peraturan hukum itu. Hukum akan kehilangan maknanya apabila tidak ditegakkan, dalam konteks penegakan hukum, etika dapat dimaknai sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan apa yang benar dan apa yang salah, apa yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan oleh seorang penegak hukum
Teringat seperti yang pernah dikatakan Mahfud MD, dalam bidang hukum yang paling penting itu adalah membangun integritas moral dalam menegakkan hukum. Integritas yang dimaksud penulis adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan. Sedangkan moral merujuk pada seperangkat prinsip atau aturan mengenai apa yang benar atau salah, baik atau buruk, yang membimbing perilaku para penegakan hukum dalam memutuskan berbagai persoalan pelanggaran hukum yang terjadi.
Integritas moral yang dimaksud adalah kejujuran, keberanian, dan ketegasan dalam menegakan hukum. Urgensi dan prasyarat penting penegakan hukum yang adil dan beradab adalah penegakan hukum yang moralis di tangan penegak hukum yang memiliki integritas dan kompetensi. Tidak mungkin penegakan hukum menghadirkan keadilan dan kepastian hukum yang pada ujungnya mendatangkan kesejahteraan batin rakyat kalau penegakan hukum itu berada di tangan aparat penegak hukum yang korup.
Untuk dapat menjaga moralitas dan keprofesionalan kinerja dalam menegakkan hukum, para penegak hukum wajib menaati kaidah-kaidah dan norma-norma yang ada. Menurut O. Notohamidjojo, norma yang penting dalam penegakan hukum, yaitu:
- Kemanusiaan: Norma kemanusiaan menuntut supaya dalam penegakan hukum, manusia senantiasa diperlakukan sebagai manusia, sebab ia memiliki keluhuran pribadi.
- Keadilan: Keadilan adalah kehendak yang ajeg dan kekal untuk memberikan kepada orang lain apa saja yang menjadi haknya.
- Kejujuran: Pemelihara hukum atau penegak hukum harus bersikap jujur dalam mengurus atau menangani hukum, dengan kata lain setiap ahli hukum diharapkan sedapat mungkin memelihara kejujuran dalam dirinya dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang curang dalam mengurus perkara. Penegak hukum dan penegak keadilan di dalam masyarakat, dalam kedudukannya sebagai profesi luhur, menuntut kejelasan dan kekuatan moral yang tinggi.
Membahas penegakan hukum tanpa menyinggung segi manusia yang menjalankan penegakannya, merupakan pembahasan yang steril sifatnya. Apabila membahas penegakan hukum hanya berpegangan pada keharusan-keharusan sebagaimana tercantum dalam ketentuan-ketentuan hukum (peraturan perundang-undangan), hanya akan memperoleh gambaran stereotip yang kosong. Membahas penegakan hukum menjadi berisi apabila dikaitkan pada pelaksanaannya yang konkret oleh manusia. adapun faktor-faktor dalam mempengaruhi menentukan berlakunya hukum menurut Soerjono Soekanto yaitu .
- Faktor hukum atau peraturan itu sendiri
- Faktor petugas yang menegakkan hukum
- Faktor sarana atau fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum
- Faktor warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan hukum
- Faktor budaya atau legal culture
Integritas dalam penegakan hukum adalah elemen kunci dalam membangun pondasi hukum yang lebih baik dan lebih adil dalam masyarakat. Integritas merujuk pada kualitas karakter dan moralitas yang menjadi dasar bagi penegak hukum untuk bertindak dengan kejujuran, keadilan, dan kepercayaan. Dalam konteks penegakan hukum, integritas mengacu pada kemampuan dan komitmen penegak hukum untuk mematuhi dan menerapkan hukum tanpa diskriminasi, tanpa melibatkan korupsi, dan dengan konsistensi moral. Penulis kembali menekankan sungguh betapa pentingnya menegakkan hukum dijalankan dengan baik serta yang terpenting harus berintegritas tinggi ketika menjalankan tugasnya, agar terwujudnya suatu sistem hukum yang adil tanpa memihak sehingga kesejahteraan dalam suatu negara benar-benar terwujud.
Integritas dalam penegakan hukum adalah kunci untuk memastikan bahwa hukum diterapkan dengan cara yang adil dan setara untuk semua warga. Ketika penegak hukum bertindak dengan integritas, mereka tidak memihak, tidak memandang suku, ras, agama, atau status sosial seseorang. Hal ini sangat penting untuk menjaga prinsip-prinsip dasar keadilan yang menjadi landasan hukum yang adil. Integritas dalam penegakan hukum adalah prinsip fundamental yang membentuk landasan bagi sistem hukum yang lebih baik dan lebih adil.
Integritas dalam penegakan hukum menciptakan rasa kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Ketika warga negara merasa bahwa penegakan hukum didasarkan pada prinsip-prinsip integritas, mereka cenderung lebih kooperatif dan patuh terhadap hukum. Ini dapat mengurangi tingkat pelanggaran hukum dan konflik dalam masyarakat, serta mempromosikan perdamaian dan keamanan. Integritas juga mengarah pada upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang kian banyak terjadi.
Selain itu, integritas dalam penegakan hukum memastikan hak asasi manusia dan perlindungan hukum bagi semua individu. Ini berarti bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk diperlakukan dengan adil di mata hukum, tanpa diskriminasi atau penindasan. Integritas menghindari tindakan sewenang-wenang dan memberikan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak berwenang.
Untuk membangun sistem penegakan hukum pidana yang baik dan berwibawa, maka diperlukan SDM penegak hukum yang handal dan bermental tangguh serta memiliki pemahaman hukum yang utuh. Untuk itu perlu diupayakan peningkatan pendidikan dan pengetahuan bagi penegak hukum, yaitu pengetahuan mengenai ilmu pengetahuan hukum dan ilmu Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan memiliki pengetahuan yang integral tersebut penegak hukum tidak hanya memahami hukum sebagai kumpulan teks-teks dalam peraturan perundang-undangan semata, tetapi memahami dengan baik tentang makna hukum secara lebih luas dan terperinci bahwa penegakan hukum pidana tidak hanya pada tataran kepastian hukum tapi pada tataran keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat luas.